BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Sabtu, 26 Juni 2010

PENGARUH LINGKUNGAN PERGAULAN TERHADAP PERILAKU DAN PENDIDIKAN ANAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

PENGARUH LINGKUNGAN PERGAULAN TERHADAP PERILAKU DAN PENDIDIKAN ANAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
Diajukan dan dipresentasikan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen:
Dr. Mulyawan S. Nugraha

Dibuat Oleh:
Hermayanti
NIM:
2008. 1038

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI
Jl. Veteran No. 36 Telp. (0266) 22 45 65
Kota Sukabumi
2010 M/1431 H


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang benar. Shalawat dan salamnya penulis haturkan kepada nabi pembawa berkah dan penghancur kebatilan, Muhammad SAW.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas IPI (Ilmu Pendidikan Islam). Selain itu tujuan penulis menyusun makalah ini adalah untuk mengetahui lebih jauh mengenai pengaruh lingkungan pergaulan terhadap perilaku dan pendidikan anak dalam pendidikan Islam.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak menemui kesulitan. Namun berkat bimbingan dari beberapa pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan walaupun masih banyak kekurangannya. Karena itu, sepantasnya jika penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis juga sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun agar tugas ini menjadi lebih baik dan berguna di masa yang akan datang.
Mudah-mudahan makalah ini dapat membuktikan bahwa penulis dapat melaksanakan tugas ini dengan semaksimal mungkin dan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan rekan-rekan pada umumnya.
Wassalamu’alaikum wr. wb.


Sukabumi, Juni 2010


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………… a
DAFTAR ISI ………………………………………………………….. a
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ………………………………………………. a
Rumusan Masalah …………………………………………… a
Tujuan dan Kegunaan Penulisan …………………………….. a
Sistematika Penulisan ……………………………………….. a
BAB II PENGARUH LINGKUNGAN PERGAULAN TERHADAP PERILAKU DAN PENDIDIKAN ANAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Pengertian Lingkungan ……………………………………… a
Pengaruh Lingkungan Pergaulan Terhadap Perilaku Anak …. a
Pengertian Pendidikan Islam ………………………………… a
Hakikat Lingkungan Pendidikan Islam Terhadap Perilaku dan Pendidikan Anak ………………………………………... a
Mencermati Pengaruh Lingkungan Pergaulan Terhadap Perilaku dan Pendidikan Anak dalam Pendidikan Islam ……. a
BAB III PENUTUP
Simpulan …………………………………………………….. a
Saran ………………………………………………………… a
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. a


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Anak adalah amanat Allah yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam Islam, anak bukan hanya sekedar konsekuensi dari pemenuhan kebutuhan biologis orang tua (ayah dan ibu), tetapi anak merupakan titipan Allah yang harus dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Diantaranya adalah tanggung jawab mendidik, tugas memberikan pengetahuan, keterampilan dan kepribadian kepada anak yang bersangkutan. Posisi anak sebagai amanat Allah inilah antara lain yang menjadi faktor esensial harus dilaksanakannya pendidikan kepada mereka oleh para orang tua, sebab bila tidak, merupakan suatu pelanggaran terhadap ajaran Islam yang harus dipertanggungjawabkan kelak.
Maka dari itu orang tua harus memperhatikan pendidikan anaknya dan lingkungan tempat bergaul anaknya jangan sampai anak terjerumus kepada lingkungan yang mendapat murka Allah dan rasul-Nya. Karena lingkungan memiliki pengaruh sangat besar dalam membentuk dan menentukan perubahan sikap dan perilaku seseorang. Karena ketika anak lingkungannya bergaul dengan orang-orang yang jahat, maka lama kelamaan anak yang baik itu bisa menjadi jahat. Sebaliknya apabila ia selalu bergaul dengan orang-orang yang baik, maka lama kelamaan bisa menjadi orang yang lebih baik lagi.
Rumusan Masalah
Perumusan yang akan penulis ungkapkan tentang pengaruh lingkungan pergaulan terhadap perilaku dan pendidikan anak dalam pendidikan Islam adalah:
Apa pengertian lingkungan?
Bagaimana pengaruh lingkungan pergaulan terhadap perilaku anak?
Apa pengertian pendidikan Islam?
Bagaimana hakikat lingkungan pendidikan Islam terhadap perilaku dan pendidikan anak?
Bagaimana mencermati pengaruh lingkungan pergaulan terhadap perilaku dan pendidikan anak dalam pendidikan Islam?
Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Dari beberapa identifikasi masalah yang hendak dibahas di sini, tentulah mempunyai tujuan yang hendak dicapai.
Adapun tujuan tersebut yaitu: pertama, agar para pembaca mengetahui dan memahami apa pengertian lingkungan, kedua, agar kita mengetahui dan memahami bagaimana pengaruh lingkungan pergaulan terhadap perilaku anak, ketiga, agar kita mengetahui dan memahami apa pengertian pendidikan Islam, keempat, bagaimana hakikat lingkungan pendidikan terhadap perilaku dan pendidikan anak, dan kelima, agar kita mengetahui dan memahami bagaimana mencermati pengaruh lingkungan pergaulan terhadap perilaku dan pendidikan anak dalam pendidikan Islam.
Sistematika Penulisan
Dalam makalah ini, saya mengkaji lebih dalam tentang pengaruh lingkungan pergaulan terhadap perilaku dan pendidikan anak dalam pendidikan Islam.
Adapun sistematika penulisannya dapat diuraikan sebagai berikut:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan kegunaan Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II PENGARUH LINGKUNGAN PERGAULAN TERHADAP PERILAKU DAN PENDIDIKAN ANAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Lingkungan
B. Pengaruh Lingkungan Pergaulan Terhadap Perilaku Anak
C. Pengertian Pendidikan Islam
D. Hakikat Lingkungan Pendidikan Islam Terhadap Perilaku dan Pendidikan Anak
E. Mencermati Pengaruh Lingkungan Pergaulan Terhadap Perilaku dan Pendidikan Anak dalam Pendidikan Islam
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB II
PENGARUH LINGKUNGAN PERGAULAN TERHADAP PERILAKU DAN PENDIDIKAN ANAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Lingkungan
Menurut Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat (2009: 262) lingkungan adalah ruang dan waktu yang menjadi tempat eksistensi manusia. Dalam konsep ajaran pendidikan Islam, lingkungan yang baik adalah lingkungan yang diridhoi oleh Allah dan Rasulullah SAW. Misalnya lingkungan sekolah, madrasah, masjid, majelis taklim, balai musyawarah, dan lingkungan masyarakat yang islami. Adapun lingkungan yang mendapat murka Allah dan rasul-Nya adalah lingkungan yang dijadikan tempat kemaksiatan dan kemunkaran.
Sebenarnya yang salah atau jelek bukan lingkungannya, melainkan manusia yang memakai dan mengambil manfaat lingkungan bersangkutan. Pada dasarnya, semua lingkungan itu karunia Allah. Hanya saja, manusia yang bodoh menjadikan lingkungan itu kotor.
Bagi umat Islam, lingkungan yang baik dan berpengaruh dalam meningkatkan akhlak yang mulia adalah lingkungan yang sehat dan dijadikan tempat berbagai kegiatan yang bermanfaat, seperti pendidikan Islam, pengajian, dan aktivitas islami lainnya.
B. Pengaruh Lingkungan Pergaulan Terhadap Perilaku Anak
Menurut Syureich (1990: 37) lingkungan mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk dan menentukan perubahan sikap dan perilaku seseorang, terutama pada generasi muda dan anak-anak. Misalnya, tidak dapat diabaikan pengaruh lingkungan pergaulannya. Seseorang menjadi muslim atau nasrani atau agama lainnya adalah karena lingkungan sosialnya. Apabila lingkungan sosialnya Islam maka seseorang bisa menjadi Islam dan apabila lingkungan sosialnya nasrani, maka seseorang bisa menjadi nasrani pula, demikian seterusnya.
Lebih jauh lagi dapat dikatakan, bahwa lingkungan pergaulan sehari-hari di masyarakat dapat menjadikan seseorang itu menjadi orang yang beriman atau menjadi kafir.
Demikian kuatnya pengaruh lingkungan pergaulan itu pada diri seseorang, sehingga anak yang dididik baik-baik di rumah keluarganya bisa menjadi anak yang anakal (brutal), yang membuat keresahan hidup bagi orang tuanya.
Oleh karena itu menurut Thalib (1995: 97-99) bahwa orang tua harus selalu mengawasi lingkungan pergaulan anak, terutama orang tua harus mampu memerhatikan teman-teman anaknya, karena anak-anak sejak berumur kurang lebih 4 tahun sudah dapat bergaul dengan orang-orang di luar lingkungan keluarganya. Dengan bergaul ini mereka bisa mengembangkan kemampuan sosial dan kebutuhan berhubungan dengan orang lain. Untuk itu orang tua wajib menaruh perhatian dengan siapa mereka bergaul. Karena teman bergaul dapat memberikan pengaruh pada kepribadian anak-anaknya.
Betapa besar perhatian Islam terhadap hal ini, dalam firman Allah berikut ini:

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Q. S. Al-Kahfi: 28)
Ayat tersebut memperingatkan adanya bahaya berteman dengan orang yang tidak baik. Sebab itu, sejak dini orang tua harus memberikan bimbingan kepada anak-anaknya, bahkan jika mungkin kepada teman bergaulnya. Sebab tidak jarang kita temukan anak-anak di rumah kita didik dengan kejujuran, berbicara dengan sopan, bertingkahlaku hormat kepada orang tuanya, tetapi setelah bergaul dengan teman-teman ternyata pulang membawa kata-kata kotor dan berbau porno sehingga orang tua sering terkejut mendengarkan kata-kata yang diucapkan anaknya di luar itu.
Maka dari itu, menurut Buchori Nasution (2005: 75) sebagai orang tua tidak dapat melepaskan anak begitu saja kepada lingkungan sesuka dia. Pola hidup, budaya, perilaku serta sosial kita pertaruhi di sini. Oleh sebab itu arahkanlah kepada lingkungan yang kondusif terhadap misi pembinaan. Perhatikanlah lingkungan bermain, lingkungan sekolahnya, lingkungan pergaulannya. Bila orang tua ingin pembinaan tetap harapannya, maka:
1. Kalau ingin anaknya shaleh, pergaulan anak kita harus dengan orang-orang yang berakhlak baik.
2. Kalau ingin anaknya pandai, lingkungan pergaulannya harus bersama orang-orang pandai.
3. Kalau ingin anaknya kaya, ia juga harus memiliki lingkungan orang yang kaya (di samping lingkungan yang kurang mampu tempat membaktikan karunia yang dilebihkan Allah padanya).
Jadi lingkungan pergaulan di masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam ikut serta membentuk watak dan kepribadian anak.
C. Pengertian Pendidikan Islam
Menurut Muhammad SA. Ibrahimi (Bangladesh) sebagaimana yang dikutip dari Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir (2008: 25) menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai ideologi Islam misalnya kesatuan sistem akidah, syariah, dan akhlak yang meliputi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang mana keberartian suatu komponen sangat tergantung.
Menurut Fadhil Al-Jamali sebagaimana yang dikutip dari Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir (2008: 26) menyatakan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia.
Dengan demikian berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli maka pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembinaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat.
D. Hakikat Lingkungan Pendidikan Islam Terhadap Perilaku dan Pendidikan Anak
Lingkungan adalah alam sekitar di mana anak didik berada, atau segala sesuatu yang ada di sekeliling arah. Dalam bahasan ini yang menjadi persoalan adalah anak didiknya, apakah ia dipengaruhi oleh lingkungan dalam pembentukan pribadinya atau tidak.
Menurut Ahmad Syar’I (2005: 81) lingkungan pendidikan Islam adalah lingkungan alam, kondisi dan situasi di mana pendidikan Islam itu berlangsung. Karena itu, lingkungan pendidikan Islam itu dapat berbentuk benda fisik dan dapat pula berbentuk benda non fisik seperti situasi, iklim dan budaya orang-orang yang ada di sekitar penyelenggaraan pendidikan Islam. Lingkungan pendidikan Islam besar pengaruhnya terhadap proses dan pencapaian hasil pembelajaran, baik pengaruh yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif. Karena itu, Islam memandang penting memperhatikan lingkungan sebagai wahana pencapaian tujuan pendidikan Islam.
Menurut Abuddin Nata (1997) sebagaimana yang dikutip Ahmad Syar’I (2005: 81), lingkungan pendidikan Islam adalah institusi atau lembaga di mana pendidikan Islam itu berlangsung. Karena itu, ia menyimpulkan terdapat 3 lingkungan pendidikan Islam, yaitu institusi/lembaga keluarga, sekolah dan masyarakat. Karena keluarga (rumah), sekolah dan masyarakat itulah yang mempengaruhi dan menentukan terselenggara pendidikan Islam lebih diletakkan pada posisinya sebagai wahana atau media penyelenggara pendidikan Islam. Karena itu segala keadaan, kondisi, situasi, iklim dan budaya yang ada di sekitar lembaga itulah yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan Islam.
Memang disadari, sedikit sulit membedakan konsep lingkungan pendidikan Islam di atas, karena di satu sisi orang tua dan anggota keluarga lainnya sebagai penyelenggara pendidikan Islam di rumah tangga adalah lingkungan anak, mereka melahirkan perilaku dan budaya, di mana perilaku dan budaya mereka sedikit banyak memberi warna dan pengaruh terhadap proses pencapaian hasil pendidikan di lingkungan keluarga. Demikian pula dengan pendidikan Islam di sekolah, di mana guru dan personil sekolah sebagai pelaksana pendidikan memiliki perilaku, budaya dan melahirkan iklim tertentu, di mana semua itu juga memberi pengaruh/dampak terhadap proses dan upaya pencapaian hasil pendidikan Islam di sekolah. Hal yang sama juga terjadi dalam masyarakat dan justru pengaruhnya makin luas dan kuat lagi.
Tanpa mempersoalkan perbedaan rinci konsepsi lingkungan pendidikan Islam, yang jelas banyak dalil naqli yang memberikan aba-aba pentingnya mewaspadai sekaligus mendayagunakan lingkungan dalam proses dan upaya mencapai hasil pendidikan Islam. Dalam Al-Quran menurut Abuddin Nata (1997) sebagaimana yang diutip Ahmad Syar’I (2005: 82) konsep lingkungan sebagai tempat kegiatan sesuatu atau tempat tinggal diistilahkan dengan al-qaryah, yang biasanya dihubungkan dengan tingkah laku penduduknya. Sebagian al-qaryah dihubungkan dengan perilaku penduduk yang berbuat durhaka lalu mendapat siksa.

“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!." (Q. S. An-Nisa (4): 75)
Adapula yang dihubungkan dengan perilaku penduduk yang berbuat baik sehingga melahirkan rasa aman dan damai.

“Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." (Q. S. An-Nahl (16): 112)
Berbagai dalil naqli mendorong kepada umat Islam untuk meciptakan lingkungan yang indah, menarik dan menyenangkan yang kesemuanya itu baik langsung atau tidak langsung berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan Islam. Karena sesungguhnya pendidikan Islam itu dapat berlangsung dalam 3 kategori lingkungan, yaitu keluarga (rumah), sekolah dan masyarakat.
1. Rumah
Rumah adalah tempat pendidikan pertama kali bagi seorang anak dan merupakan tempat yang paling berpengaruh terhadap pola hidup seorang anak. Anak yang hidup di tengah keluarga yang harmonis, yang selalu melakukan ketaatan kepada Allah SWT, sunnah-sunnah Rasulullah SAW ditegakkan dan terjaga dari kemunkaran, maka ia akan tumbuh menjadi anak yang taat dan pemberani. Oleh karena itu, setiap orang tua muslim harus memperhatikan kondisi rumahnya. Ciptakan suasana yang islami, tegakkan sunnah, dan hindarkan dari kemunkaran. Mohonlah pertolongan kepada Allah agar anak-anak kita menjadi anak-anak yang bertauhid, berakhlak dan beramal sesuai dengan sunnah Rasulullah serta mengikuti jejak para salafush-shalih.
Di dalam Ihya ‘Ulumuddin (1957) sebagaimana yang dikutip dari Ahmad Syar’I (2008: 83) tentang cara melatih anak pada budi pekerti yang baik ia menyatakan:
“Ketahuilah, bahwa cara melatih anak itu sangat penting dan perlu sekali. Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hati yang suci adalah mutiara yang amat berharga, halus dan bersih dari ukiran dan gambaran. Ia menerima semua yang dipengaruhkan kepadanya.”
Dari ungkapan di atas, jelas tergambar betapa besar pengaruh orang tua (institusi keluarga) dalam membentuk pribadi anak, orang tua bisa mewarnai anaknya dengan rupa apapun, sesuai dengan yang dikehendakinya. Namun demikian ia bukanlah ujung dari adanya fitrah, bahwa manusia iu mempunyai fitrah (sifat yang dibawa sejak lahir), namun di dalam kehidupannya di dunia ini manusia dihadapkan kepada hal-hal yang datang dari luar diri (eksternal) manusia itu sendiri yang bisa mempngaruhi kecenderungan hatinya.
Al-Ghazali (1957) sebagaimana yang dikutip Ahmad Syar’I (2008: 83) lebih jauh mengungkapkan tentang pengaruh lingkungan yang bukan hanya sebatas pada unsur manusia yang mempengaruhi, tetapi unsur makanannya pun bisa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak. Menanggapi hal ini, beliau menyatakan bahwa anak hendaklah diawasi dari sejak awal kelahirannya, jangan diserahkan kepada wanita yang sembarangan (tidak shaleh) untuk mengasuh dan menyusuinya, anak harus diserahkan kepada wanita yang shaleh, beragama dan makan dengan makanan yang halal untuk diasuh dan disusui.
Menurut Mahjubah (1992: 13) bahwa masa kanak-kanak merupakan periode yang menentukan dalam pembentukan kepribadian manusia, sebab selama masa tersebut peranan keluarga bersifat mencakup segala hal. Maka dari itu orang tua bertugas mendidik anak, dan dalam proses ini agama Islam telah menegaskan peranan yang penting bagi para orang tua.
Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q. S. At-Tahrim (66): 6)
Dalam ayat di atas Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk mendidik keluarga dan diri mereka dengan baik, sehingga menjadi keluarga dan orang-orang bertakwa, yang merupakan bagian dari masyarakat Islam.
Oleh karena itulah orang tua harus berperan dalam pendidikan, keamanan, dan pengawasan anak mereka. Pendidikan Islam merupakan satu jaminan terhadap berbagai penyimpangan dan keburukan.
2. Sekolah
Lingkungan sekolah pun besar sekali pengaruhnya terhadap pembentukan dan perkembangan pribadi anak. Menurut Al-Ghazali (1957) bukan saja orang yang tidak punya cacat budi pekertinya yang bisa dibentuk dan dikembangkan, anak yang berakhlak buruk pun bisa diubah melalui pendidikan. Sehubungan dengan hal ini ia menunjukkan suatu cara memperbaiki akhlak anak yang buruk melalui pendidikan di dalam Ihya ‘Ulumuddin ia mengatakan:
“Anak-anak yang disia-siakan pada awal pertumbuhannya, akhlaknya buruk, pendusta, pendengki, pencuri, peminta-minta, suka berkata yang sia-sia, suka tertawa tidak pada tempatnya, penipu dan banyak senda gurau. Sesungguhnya yang demikian itu dapat dijaga dengan pendidikan. Masukkan ia ke madrasah, di sana ia akan mempelajari Al-Quran dan hadits yang mengandung cerita-cerita dan riwayat tentang seorang yang baik-baik. Supaya tertanam dalam pikirannya kecintaan kepada orang-orang yang shaleh.”
3. Masyarakat
Lingkungan masyarakat pun demikian, akan turut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak. Ia menunjukkan cara untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang demikian seseorang terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat, bergaul dengan mereka. Di sana ia akan melihat bermacam-macam perangai baik yang buruk maupun yang berbudi baik.
Dalam hal ini, Al-Ghazali (1957) mengungkapkan bahwa:
“…ia bercampur baur dengan manusia. Semua yang dilihatnya tercela di antara orang banyak itu, maka hendaklah dicari pada dirinya sendiri dan disandarkannya padanya. Sesungguhnya orang-orang mukmin itu cermin mukmin yang lain.”
Kedua ungkapannya di atas tersirat di dalamnya pengaruh baik sekolah maupun masyarakat terhadap pembentukan pribadi seseorang. Anak yang bejat sekalipun selama anak itu mau mengintegrasikan dirinya ke tengah-tengah masyarakat yang mayoritas berakhlak baik maka si anak berangsur-angsur berubah sesuai dengan lingkungan di mana ia berada.
Mencermati Pengaruh Lingkungan Pergaulan terhadap Perilaku dan Pendidikan Anak dalam Pendidikan Islam
Anak merupakan anugerah, karena dan nikmat Allah yang terbesar yang harus dipelihara, sehingga tidak terkontaminasi dengan lingkungan. Oleh karena itu, sebagai orang tua, maka wajib untuk membimbing dan mendidik sesuai dengan petunjuk Allah dan rasul-Nya, dan menjauhkan anak-anak dari pengaruh buruk lingkungan dan pergaulan. Wajib mencarikan lingkungan yang bagus dan teman-teman yang istiqamah. Keluarga adalah lingkungan pertama dan mempunyai peranan penting dan pengaruh yang besar dalam pendidikan anak. Karena keluarga merupakan tempat pertama kali bagi tumbuh kembangnya anak, baik jasmani maupun rohani. Keluarga sangat berpengaruh dalam membentuk akidah, mental, spiriual dan kepribadian, serta pola pikir anak. Yang kita tanamkan kewajiban yang diperintahkan Allah, dan kesabaran dalam meninggalkan apa yang dilarang Allah. Jangan biarkan anak-anak kita terpengauh oleh tingkah laku dan perangai orang-orang yang rusak dan jahat; yang dengan sengaja membuat strategi dan tipu daya untuk menghancurkan generasi umat Islam.
Maka dari itu menurut Ahmad tafsir (2005: 65) bahwa orang tua seharusnya mengerti tujuan pendidikan keimanan bagi anak-anaknya yang masih kecil itu, agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak yang shaleh, yang memiliki iman dan takwa. Karena hanya iman dan takwa yang kuatlah yang akan mampu mengendalikan diri seseorang sehingga sanggup melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Dengan demikian pendidikan agama sangat penting bagi manusia.


BAB III
PENUTUP

Simpulan
Lingkungan adalah ruang dan waktu yang menjadi tempat eksistensi manusia. Dalam konsep ajaran pendidikan Islam, lingkungan yang baik adalah lingkungan yang diridhoi oleh Allah dan Rasulullah SAW.
Lingkungan mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk dan menentukan perubahan sikap dan perilaku seseorang, terutama pada generasi muda dan anak-anak. Apabila pergaulan anak itu baik maka akan menjadi baik pula anak tersebut, begitu pun sebaliknya.
Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli maka pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembinaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat.
Lingkungan pendidikan Islam adalah lingkungan alam, kondisi dan situasi di mana pendidikan Islam itu berlangsung. Lingkungan pendidikan Islam besar pengaruhnya terhadap proses dan pencapaian hasil pembelajaran, baik pengaruh yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif. Karena itu, Islam memandang penting memperhatikan lingkungan sebagai wahana pencapaian tujuan pendidikan Islam. Pada hakikatnya pendidikan Islam itu dapat berlangsung dalam 3 kategori lingkungan, keluarga (rumah), sekolah dan masyarakat.
B. Saran
Sebagai orang tua, maka wajib untuk membimbing dan mendidik sesuai dengan petunjuk Allah dan rasul-Nya, dan menjauhkan anak-anak dari pengaruh buruk lingkungan dan pergaulan. Wajib mencarikan lingkungan yang bagus dan teman-teman yang istiqamah. Keluarga adalah lingkungan pertama dan mempunyai peranan penting dan pengaruh yang besar dalam pendidikan anak. Karena keluarga merupakan tempat pertama kali bagi tumbuh kembangnya anak, baik jasmani maupun rohani. Keluarga sangat berpengaruh dalam membentuk akidah, mental, spiriual dan kepribadian, serta pola pikir anak.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Saebani, Beni dan Akhdiyat. 2009. Ilmu Pendidikan Islam 1. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Mahjubah. 1992. Pendidikan Anak Sejati Diri Hingga Masa Depan. Jakarta: Firdaus.
Mujib, Abdul dan Mudzakkir, Jusuf. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Nasution, Buchori. 2005. Anak Shaleh Pintar Karya. Jakarta: PT. Kreatif Imaji.
Syar’I, Ahmad. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jkarta: Pustaka Firdaus.
Syureich. 1990. Mendambakan Anak Shaleh. Jakarta: Offset Sistimatis.
Tafsir, Ahmad. 2002. Pendidikan Agama dalam Keluarga. Bandung: PT. Remaja.
Thalib. 1995. Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak. Bandung: Irsyad Baitus Salam.
http://dedys582.wordpress.com

Selasa, 12 Januari 2010

PROFIL AKHLAK WANITA MUSLIM MASA KINI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Di sepanjang sejarahnya perempuan telah banyak berjuang untuk mendapatkan hak-haknya melalui emansipasi. Tetapi apa yang kita lihat sekarang? Ternyata mereka seolah kembali terjerumus ke dalam penjajahan modern emansipasi itu. Perempuan menganggap dirinya merdeka yang tanpa dirasakan malah terjebak ketika mengeksploitasi diri terhadap kemerdekaannya.
Perempuan masa kini telah lupa akan hakikat dirinya, hanya menonjolkan kecantikan wajah dan memolekkan tubuhnya saja.
Dengan fenomena yang terjadi di berbagai belahan dunia, tentu tak akan asing lagi dengan wanita-wanita yang melakukan tabarruj, membuka kerudung, tidak berhijab di hadapan laki-laki, serta menampakkan sebagian sebagian besar perhiasan mereka yang sebenarnya diharamkan oleh Allah SWT. Dan tidak diragukan lagi bahwa semua tindakan tersebut termasuk kemungkinan dan maksiat yang besar. Ini merupakan penyebab utama turunnya berbagai siksaan dan azab dari Allah SWT.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Permasalahan yang akan penulis ungkapkan tentang profil akhlak wanita masa kini adalah:
1. Bagaimana akhlak wanita menurut Islam?
2. Bagaimana akhlak wanita masa kini?
3. Bagaimana profil akhlak wanita muslim masa kini?
C. MAKSUD DAN TUJUAN
Dari beberapa identifikasi masalah yang hendak dibahas disini, tentulah mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan tersebut yaitu: pertama, agar para pembaca mengetahui dan memaklumi bagaimana akhlak wanita menurut Islam, kedua, agar kita mengetahui dan memahami bagaimana ahklak wanita masa kini, ketiga, agar mengetahui dan memahami bagaimana profil akhlak wanita muslim masa kini.


D. LANGKAH-LANGKAH PENULISAN
Metode yang kami gunakan dalam penulisan adalah membaca, menganalisa /meneliti dan menyimpulkan dalam sebuah makalah.
1. Tempat Penulisan
Penulisan dilakukan di dalam ruangan.
2. Waktu Penulisan
Waktu penulisan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2010.
3. Sarana dan Prasarana yang Digunakan
Alat tulis, buku sumber, komputer dan internet.
4. Cara Kerja
- Mengumpulkan materi dengan cara mengumpulkan buku sumber.
- Mencari informasi dengan bantuan internet.
- Mencatat hasilnya dengan cara membuat resume, kemudian diketik dengan menggunakan alat komputer.


BAB II
PROFIL AKHLAK WANITA MUSLIM MASA KINI

A. AHLAK WANITA MENURUT ISLAM
Islam datang untuk memelihara kemuliaan perempuan, menjaga dan memposisikannya pada tempatnya yang sesuai dengan kodrat dan tabiatnya, mendorong untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat mengotori atau mencemari kemuliannya. Karena itulah, diharamkan atas wanita berkhalwat (berdua-duaan) dengan laki-laki yang bukan mahramnya dengan melarangnya bepergian tanpa disertai mahram, dan melarang dari tabarruj yang dicela oleh Allah SWT dengan sebutan jahiliyah karena kondisinya yang menyebabkan fitnah bagi wanita dan nampaknya perbuatan-perbuatan keji.
Allah menetapkan aturan hijab bagi wanita sebagai pemuliaan baginya, melindunginya dari penghinaan, menjauhkannya dari pelecehan orang-orang yang berjiwa buruk dan berwatak jelek, menjaganya dari orang-orang yang tidak mengenal nilai kemuliaan, serta untuk menutup pintu fitnah yang ditimbulkan oleh pandangan beracun. Demikan juga, dalam rangka menjadikan wanita terhormat dan berwibawa.
Sebagaimana beberapa firman Allah SWT:

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. (Q. S. Al-Ahzab: 33)

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q. S. Al-Ahzab: 59)
Firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 31 yang artinya:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (Q. S. An-Nur: 31)
Diriwayatkan dalam Ash-Shahihain, dari Aisyah RA, ia berkata yang artinya:
“Rasulullah SAW melakukan shalat fajar berjamaah dan dihadiri oleh para wanita mukminah dalam kondisi berselimut dengan mantel-mantel, kemudian (sehabis shalat) mereka kembali ke rumah mereka, tidak seorang pun megenal mereka karena masih gelap”.
Hadits ini menunjukkan bahwa hijab menutup anggota badan adalah kebiasaan para shahabat wanita yang merupakan adat terbaik dan yang paling mulia kepada Allah SWT, paling tinggi akhlak dan adabnya, yang paling sempurna iman dan amalnya. Mereka adalah panutan yang baik dalam tingkah laku dan amal ibadah bagi orang lain yang datang sesudah mereka.
Jadi wahai sekalian umat Islam, berakhlaklah dengan norma-norma yang disyariatkan oleh Allah SWT, agungkanlah perintah-Nya, dan wajibkan kepada istri-istri kalian untuk selalu berhijab agar lebih terjaga kesuciannya dan mendapatkan keselamatan.
Sebaik-baiknya hijab bagi wanita setelah menutup wajah dan tubuhnya dengan pakaian adalah rumahnya. Islam mengharamkan wanita untuk bercampur dengan pria yang bukan mahramnya, agar ia tidak menghadapkan dirinya kepada fitnah secara langsung atau tidak langsung. Dan Islam memerintahkannya agar menetap di rumah dan tidak keluar darinya kecuali karena keperluan yang dibolehkan disertai tetap komitmen dengan adab syara’.
B. KONDISI AKHLAK WANITA MASA KINI
Wanita masa kini telah lupa akan hakikat dirinya, ia hanya menonjolkan tubuhnya saja. Dalam hal untuk mencapai kemajuan di bidang emansipasi wanita ini, ia mengikuti langkah-langkah yang telah diambil wanita Barat. Ajakannya ke arah kebebasan/pembebasan.
Adapun ajakan ke arah kebebasan/pembebeasan ini diantaranya dalam bentuk membuka aurat, pembauran serta bekerja di luar rumah.
1. Buka Aurat, Pembauran, dan Pekerjaan
Sudah jelas apa yang dilakukan para wanita saat ini merupakan bentuk keleluasaan dalam tabarruj dan menonjolkan keindahan tubuhnya.
Semua ini menuntut dibukanya hijab (tutup aurat) dan dilepaskannya apa yang disebut dengan al-niqab (penutup wajah dari kain tipis). Tuntutannya tidak berhenti hanya pada pembuka aurat, ia buka pula tutup tumit dan betisnya, kemudian lengannya, ia buka dada sampai pada payudaranya. Setelah itu, ia beralih kepada pakaian mini di luar rumah dan pakaian piknik di pantai pemandian. Kedua pakaian tersebut membuat wanita memiliki daya rangsang bagi kaum adam, bahkan semacam pemberitahuan akan kesediaan menyerahkan kehormatannya pada mereka.
Dalam kampanye buka aurat (aib yang malu jika dilihat orang), ia secara sengaja menghubungkan hijab (penutup aurat) dengan masalah haram, agar orang menjauhi hijab. Sebagaimana ia menghubungkan agama dengan talak rajinya atau talak yang dapat rujuk kembali agar orang-orang membenci agama.
Wanita itu, ketika ia melepaskan penutup auratnya hilang pulalah bersamanya rasa malu yang dimilikinya. Dan pada saat itu ia begitu sungguh-sungguh untuk membuka auratnya, ia pun membuka paha, dada, dan payudaranya sekaligus pula berarti dia telah mengundang laki-laki untuk tidak menghormati dirinya dan menggoda banyak laki-laki untuk iseng dan bermain dengan dirinya.
Dan itu semua yang terang-terangan sangat dilarang oleh Allah. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT, jagalah wanita kalian, laranglah mereka melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Allah (menampakkan perhiasan), menampakkan keindahan-keindahan (tubuh) dan menyerupai musuh-musuh Allah SWT dari golongan Nashrani dan orang-orang yang seperti mereka. Ketahuilah, sesungguhnya berdiam diri dengan tidak melarang kemunkaran mereka, berarti ikut menanggung dosa bersama mereka, menghadapi kemurkaan Allah SWT dan siksa-Nya. Semoga Allah SWT menyelamatkan kami dan kalian semua dari kejahatan hal tersebut”.
2. Sasaran Kerja Wanita di Luar Rumah
Pertama, kemandirian wanita secara ekonomis. Hal ini memberi kesempatan baginya untuk dapat hidup tanpa terkait laki-laki; ayah, suami, atau saudara laki-lakinya dalam hal memenuhi kebutuhan biaya hidup.
Kedua, kemandirian ekonomis ini menjamin kemerdekaannya dalam berpendapat, termasuk dalam pengertian ini memilih suami jika ia bermaksud bersuami atau teman hidup, jika ia lebih mengutamakan hubungan persahabatan daripada perkawinan. Kebebasan berpendapat ini juga menjamin kemerdekaannya untuk memilih tempat tinggal yang jauh dari keluarga, kebebasan untuk terlepas dari ikatan adat istiadat, dan tradisi-tradisi yang tak disukainya. Setiap kali kesempatan bekerja di luar rumah diperoleh wanita, semakin bertambah pula kekuatan kemerdekaan baginya, dan semakin luas pula lapangan tempat ia menerapkan kemerdekaan pribadinya.
Dua sasaran dari bekerjanya, wanita di luar rumah ini sekalipun mampu mewujudkan relasi yang jauh dari keluarga, namun ia akan kehilangan hubungannya dengan keluarga sebagaimana kehilangan keluarga itu sendiri dalam arti wewenang orang tua untuk mengarahkan anak-anaknya. Dengan demikian, bercerailah keluarga dan terurai ke dalam person-peson dengan trennya masing-masing dan sekaligus putus pula tali ikatannya yang kokoh. Di saat itu masyarakat akan kehilangan basis pokoknya, yaitu keluarga sebagai unit sosial yang teguh.
Dan apabila suatu masyarakat telah kehilangan kekuatan keluarga, maka ia akan menjadi rawan kekacauan dan pemudanya menjadi rawan kehancuran. Berbagai gerakan hura-hura yang terjadi secara berturut-turut dewasa ini seperti: yang datang secara bergelombang dalam masyarakat Barat, khususnya apa yang disebut dengan revolusi seksual yang melanda masyarakat Barat yang tampil dalam bentuk dominasi pornografi, dalam etika pergaulan, film-film dan pertunjukan-pertunjukan. Semua gerakan ini mengungkapkan ambruknya bangunan keluarga sebagai akibat dari hilangnya kekuasaan. Andaikata tidak ditopang oleh kemajuan dalam bidang materi, atau tongkat kemajuan ekonomi masyarakat yang tinggi melalui jalur perkembangan teknologi dengan produksi yang dihasilkannya, kiranya masyarakat ini sudah lama tenggelam.
Wanita, sekalipun mendapat kemerdekaannya dengan bekerja di luar rumah, namun bukan berarti ia meninggalkan dunia keibuannya. Dan pada suatu saat nanti ia akan merasa ingin untuk menjadi seorang ibu. Dan apabila pada suatu saat nanti ia terpaksa untuk memiliki anak, maka anaknya itu akan manimbulkan berbagai problem yang sulit ia atasi sebagai seorang ibu. Dalam hal membesarkannya dan menciptakan suasana kasih sayang untuknya. Semua ini karena dalam pengurusannya di waktu kecil diserahkan kepada orang yang kadangkala tak mampu memberi perannya sebagai ibu atau kurang diperhatikan secara penuh sehingga mengganggu bagi pertumbuhan pribadinya yang sehat.
Bekerja di luar rumah juga membuat wanita meninggalkan urusan suami-istri, jika ia seorang istri. Dan dengan demikian, berarti ia akan meletakkan hubungan dia dan suaminya di atas timbangan. Dan yang dimaksud dengan urusan suami-istri di sini bukanlah semata-mata dalam arti material, tetapi urusan yang lebih tua daripada urusan materi yaitu yang berisi kejiwaan. Seperti perumahan dan rasa tentram antara suami dan istri. Di kala itu, hubungan dapat pula bergeser ke lembah keraguan dan kesangsian atau menjadi lemah dan dingin, di mana hubungan itu hanya sebagai hubungan sosial semata.
Semua jenis hubungan yang disebutkan ini diperkirakan dapat terjadi pula dalam kehidupan wanita Barat yang telah meraih kemerdekaan ekonomis dan setelah tidak adanya hubungan dengan rumah keluarga, si ibu dapat dikatakan tidak mempunyai waktu lapang untuk memperhatikan keadaan suami sebagai kepala rumah tangga, menyusukan anak, untuk memperhatikan keadaan suami sebagai laki-laki yang penuh perhatian terhadap ikatan khusus antara dia dan istrinya.
Sesungguhnya, musuh-musuh Islam itu telah dapat memperalat kaum wanita bukan untuk memperbaiki keluarga tetapi untuk merusaknya, dan bukan pula untuk menata dan memperbaiki masyarakat melainkan untuk menghancurkannya. Karena itu mereka atur bermacam-macam langkah untuk mengarahkannya demi terwujudnya tujuan mereka dalam pelbagai lapangan dan kegiatan.
Andaikata umat Islam dapat memegang kendali kekuasaan, sejak digemakannya pendidikan wanita dengan langkah-langkah itu, niscaya mereka akan dapat mencegah terjadinya krisis yang parah. Bahkan mereka dapat mencanangkan pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan ajaran Islam untuk membentuk masyarakat Islam dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang sehat dan bermanfaat.
C. PROFIL AKHLAK WANITA MUSLIM MASA KINI
Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim. Kita telah mengetahui bersama bahwa Islam memiliki kitab pegangan, yaitu Al-Quranul Karim yang isinya menjelaskan berbagai hal termasuk tata cara hidup bermasyarakat, diantaranya bagaimana dasar hubungan antara laki-laki dan perempuan. Di samping itu, kita juga memiliki As-Sunnah, yaitu contoh keteladanan Rasulullah SAW.
Dari keduanya dapat kita lihat dan ketahui bahwa Islam tidak mengenal kata diskriminasi. Laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama dalam pandangan Allah SWT. Tetapi mengapa hingga kini masih saja terjadi kekerasan dan ketidakadilan yang kerap kali menimpa diri perempuan? Di manakah letak kesalahannya? Pada pihak lelakinyakah atau pihak perempuannya? Atau mungkin keduanya? Atau ada penyebab lain?
Harus kita akui, pengetahuan maupun pemahaman kita terhadap ajaran Islam saat ini tidaklah sama dengan zaman Rasululla SAW dan generasi para shahabat. Saat ini kita hidup di tengah budaya materialisme dan kapitalisme yang begitu dominan. Hampir semua lapisan masyarakat begitu mengagungkan kekuatan materi, gemerlap dan hingar bingarnya kemewahan dunia, dan segala kesenangannya. Kesibukan dalam mengejar kehidupan duniawi inilah yang pada akhirnya hanya menyisakan waktu yang sangat minim untuk memikirkan hal lain di luar kehidupan duniawinya. Hingga akhirnya orang lupa pada hakikat hidup yang sesungguhnya.
Al-Quran dan As-Ssunnah tidak lagi dijadikan pedoman dan pegangan hidup. Keduanya telah dianggap tidak lagi sesuai dengan keadaan sekarang alias kuno dan ketinggalan zaman. Bahkan karena Islam mulanya datang dari tanah Arab dan bahasa Al-Quran pun adalah bahasa Arab, maka segala sesuatu yang berbau Arab dan kearab-araban pun dianggap kolot. Islam, Al-Quran, dan As-Sunnah dianggap identik dengan dunia Arab. Sebagai gantinya, hukum Barat yang dijadikan patokan dan standar hidup. Inilah dunia modern dengan budaya Baratnya yang serba ‘wah’ dan jauh dari keislaman.
Hijab (jilbab) yang merupakan lambang kekuatan dan kepercayaan diri yang menjadi identitas khas muslimah, kaum perempuan Islam, pun mulai ditinggalkan. Kaum muslimah mulai meyakini bahwa daya tarik keperempuanan adalah kecantikan fisik, bukan lagi kekuatan hati dan pikiran. Mereka berpendapat bahwa kecantikan dan kemolekan tubuh perempuan tidak layak disembunyikan.
Terus dicekoki pemikiran bahwa tubuh adalah miliknya, bahwa kecantikan adalah anugerah Allah yang tidak boleh disembunyikan, maka mereka pun berpendapat adalah haknya pula untuk memperlihatkan dan mempertontonkannya sesuka mereka. Batas aurat menjadi tidak jelas dan tidak pasti. Maka mulailah kaum perempuan terperosok dalam lomba keberanian berbusana seronok, memamerkan keindahan dan kemolekan tubuh mereka tanpa rasa malu dan risih sedikit pun.
Di lain pihak, kaum lelaki yang mulanya ditakdirkan sebagai pemimpin kaum perempuan, minimal bagi istri dan keluarganya, tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Banyak di antara mereka rupanya juga sudah jauh dari kehidupan religiusnya. Alih-alih menasehati dan mengingatkan, mereka pun malah mulai terpedaya dengan daya tarik seksual magnetis ini. Nafsu seksual yang memang merupakan firah manusia yang tadinya dijaga sesuai syariat, kini mulai kehilangan kendali. Keimanan yang dari awal memang sudah tidak begitu terpelihara, sekarang makin goyah. Setan mulai beraksi. Ialah yang mula-mula membisikkan bahwa ajaran Islam telah menutup dan menghalangi mereka dari memandang sebuah keindahan yang sudah semestinya menjadi hak kaum lelaki. Inilah awal petaka.
Rasa saling hormat serta rasa saling kagum dari jenis yang memang berbeda ini akhirnya berubah menjadi liar dan tidak terbingkai dengan baik. Perbedaan sifat dan karakter antara keduanya akhirnya hanya menonjolkan perbedaan fisik semata. Kelembutan, kesabaran, kecekatan, sifat keibuan, dan berbagai sifat dasar dan fitrah perempuan lainnya menjadi samar. Yang tampak hanya tampilan fisik yang seksi dan menggairahkan lelaki.
Maka ketika umat, baik laki-laki maupun perempuan, tidak lagi saling menasehati, tidak lagi saling mengingatkan, maka Allah SWT pun berlepas diri. Tidak ada paksaan dalam Islam. Namun hukum Islam tidak lagi dapat melindungi mereka dan sebagai akibat setiap diri harus mau menerima konsekuensinya.
Saat ini umat Islam, khususnya negeri kita tercinta Indonesia, telah memilih hukum Barat sebagai pedoman hidup. Budaya materialisme menjadi pegangan dan pedoman pemikiran. Nilai sebuah keberhasilan dan kebahagiaan hidup telah bergeser. Nilai keutuhan sebuah keluarga menjadi kurang begitu dipedulikan. Menjadi kaya dengan cara apapun adalah sebuah cita-cita dan kehormatan. Karena hanya orang kayalah yang berhak menentukan aturan.
Maka di mana-mana terlihatlah laki-laki dan perempuan berlomba bekerja keras mencari dan mengumpulkan uang. Keduanya sibuk mengurusi hal yang sama, lupa akan pembagian kerja dan tanggung jawab dalam keluarga yang mereka bina dengan susah payah. Dengan penuh ketegaan mereka tinggalkan anak-anak yang dilahirkan atas dasar kasih sayang tersebut ke dalam pengawasan pembantu rumah tangga yang begitu doyan duduk berjam-jam di depan televisi menikmati pelbagai tayangan yang tidak mendidik. Para orang tua ini berkeyakinan bahwa hanya dengan uang sajalah segalanya dapat tercapai. Mereka menyangka hanya uanglah sumber kebahagiaan dan ketenangan. Mereka lupa kebutuhan anak tidaklah hanya sebatas materi saja.
Sebagai akibat, ketika harta yang dikejar tak kunjung selalu mencukupi segala kebutuhan yang memang sangat relatif dan cenderung selalu bertambah dan terus bertambah, karena harta berapapun banyaknya tidak akan pernah memuaskan si pemburu., maka muncul perasaan tertekan, timbul kekhawatiran yang berlebihan terhadap kegagalan dan tidak berhasilnya mendapatkan uang sebanyak mungkin. Maka munculah berbagai penyakit stres. Stres inilah yang berpotensi melahirkan berbagai kekerasan dalam rumah tangga. Hingga dapat kita dengar hari-hari belakangan ini ada seorang ibu, bahkan tidak hanya satu-dua kasus, yang tega membunuh anak-anaknya karena khawatir akan kelaparan dan kemiskinan!
Di sisi lain, si kaya pun karena tidak lagi memegang keimanannya dengan teguh, ia membuat aturan yang hanya menguntungkan keluarga dan kaumnya. Maka si miskin dan si lemah, termasuk kaum perempuan dan terutama anak-anak pun menjadi korban. Mereka makin tertindas. Kaum lelaki lupa bahwa kaum perempuan sesungguhnya membutuhkan mereka sebagai pelindung dan pengayom., bukan hanya harta dan kekayaannya. Sebaliknya kaum perempuan pun juga lupa bahwa kaum lelaki membutuhkan cinta, hati, serta perhatian mereka bukan hanya kecantikan dan daya tarik seksual semata.
Itu sebabnya perempuan yang menurut hukum Islam adalah makhluk yang diagungkan dan dimuliakan akhirnya menderita hidupnya. Padahal Islam mengajarkan, perempuan sebagai calon ibu dan istri, kedudukannya begitu dihormati. Tidak hanya kelembutan dan kasih sayangnya yang begitu diharapkan dan dinantikan, namun juga kehadirannya. Ia adalah pendidik utama bagi anak-anak, terutama anak-anaknya sendiri sebagai generasi penerus. Karenanya seharusnya seorang perempuan adalah lembut, santun, pandai, dan terpelajar.


BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Akhlak wanita menurut Islam hendaklah mampu menjaga dan memposisikannya pada tempatnya yang sesuai dengan kodrat dan tabiatnya, mendorong untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat mengotori atau mencemari kemuliannya. Sehingga Allah menetapkan aturan hijab bagi wanita sebagai pemuliaan baginya, melindunginya dari penghinaan, menjauhkannya dari berwatak jelek, menjaganya dari orang-orang yang tidak mengenal nilai kemuliaan, serta untuk menutup pintu fitnah yang ditimbulkan oleh pandangan beracun. Demikan juga, dalam rangka menjadikan wanita terhormat dan berwibawa. Sedangkan apa yang kita lihat sekarang? Kondisi akhlak wanita pada masa kini itu lebih cenderung mengikuti ajakan ke arah kebebasan atau pembebasan. Adapun ajakan ke arah kebebasan atau pembebasan itu diantaranya dalam bentuk membuka aurat, mereka lebih senang untuk memamerkan dan menonjolkan keindahan tubuhnya. Dan di samping itu, kebebasan atau pembebasan yang dicapai wanita masa kini adalah pembauran serta bekerja di luar rumah. Adapun sasaran kerja wanita di luar rumah adalah mereka ingin mandiri secara ekonomis, tanpa terikat kepada laki-laki.
Adapun profil akhlak wanita muslimah masa kini, harus diakui bahwa pengetahuan maupun pemahaman kita terhadap ajaran Islam saat ini tidaklah sama dengan zaman Rasulullah dan generasi para shahabat. Saat ini kita hidup di tengah budaya materialisme dan kapitalisme yang begitu dominan. Hampir semua lapisan masyarakat begitu mengagungkan kekuatan materi, gemerlap dan hingar bingarnya kemewahan dunia, dan segala kesenangannya. Kesibukan dalam mengejar kehidupan duniawi inilah yang pada akhirnya hanya menyisakan waktu yang sangat minim untuk kehidupan memikirkan hal lain di luar kehidupan duniawinya. Hingga akhirnya orang lupa pada hakikat hidup yang sesungguhnya.
B. SARAN
Setelah banyaknya membaca, memahami dan menganalisis dari makalah ini tentu banyak kekeliruan dan ketidakjelasan dari ketetapan isi pembahasan makalah ini, penulis sadar keterbatasan dan minimnya ilmu yang penulis miliki.
Maka dari itu penulis harapkan bantuannya berupa kritik dan saran bagi kesempurnaan makalah ini dan semoga di masa yang akan datang penulis dapat menyajikan makalah dengan lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

 Al-Bahiy, Muhammad. 1994. Kecenderungan Wanita Muslim Masa Kini. Jakarta: Kalam Mulia.
 Budiningsih, Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta.
 Syaikh Abdul Aziz dan Syaikh Muhammad. 2005. Fatwa-Fatwa Wanita dan Keluarga. Jakarta: Daruh Sunah.
 http://kusmiyati0621.blogspot.com
 http://kotasantri.com